BAB I
PENDAHULUAN
Dalam keseluruhan
proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling
penting. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan
pembelajaran bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami peserta
didik. Belajar yang disadari atau tidak, sederhana atau kompleks, belajar
sendiri atau dengan bantuan guru, belajar dari buku atau dari media
elektronik, belajar di sekolah, rumah, lingkungan kerja atau masyarakat.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan
yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Definisi lainnya yaitu, belajar ialah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa
belajar memang selalu berkaitan dengan perubahan, baik yang meliputi keseluruhan
tingkah laku maupun yang hanya terjadi pada beberapa aspek dari kepribadian
individu. Di dunia pendidikan guru memiliki peran penting dalam pencapaian
tujuan pembelajaran. Guru memberikan pelayanan agar peserta didik
belajar. Proses belajar mengajar yang dilaksanakan harus menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan menjadikan siswa lebih aktif dibandingkan guru
(student dominated class). Akan tetapi, pada umumnya mayoritas guru masih
menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional. Guru lebih berperan aktif
dibandingkan dengan peserta didik (teacher dominated class). Hal ini dapat
menghambat perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta
didik.Peserta didik tidak dibiasakan berpikir kritis, dan kreatif. Hal ini juga
dapat dipandang bahwa belajar hanya merupakan proses transfer pengetahuan yang
dimiliki guru ke peserta didik, bukan membantu untuk mengembangkan penalaran
berpikir dan pemahaman konsep peserta didik.
Menanggapi masalah tersebut diperlukan
suatu teori belajar yang dapat mengembangkan potensi, penalaran berpikir, dan
pemahaman konsep peserta didik, sehingga menjadikan peserta didik lebih aktif
dibandingkan dengan guru. Berdasarkan uraian di atas penulis telah memandang perlunya
menanggapi permasalahan tersebut. Oleh karena itu, pada makalah ini akan
dibahas teori belajar, yaitu teori dan Gestalt. Makalah ini menyajikan
bagaimana proses pembelajaran menurut Gestalt, dan implikasinya
pada pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa jerman yang tidak dapat
diterjemahkan menjadi satu kata tunggal dalam bahasa inggris. Kata gestalt
menggambarkan suatu konfigurasi atau bentuk yang utuh. Istilah gestalt mengacu
pada sebuah objek atau figur yang utuh.[1] Pandangan Gestalt menolak analisis dan penguraian jiwa ke dalam
elemen-elemen yang lebih kecil karena dengan demikian, makna dari jiwa itu
sendiri berubah sebab bentuk kesatuannya juga hilang.
B. Sejarah Lahirnya
Teori Gestalt
Setelah J.B Watson, behaviorisme marak dikalangan
psikologi Amerika dan sejak saat itu kebanyakan teiritisi besar, Guthrie,
Skinner, dan Hull menjadi penganut behaviorisme. Serangan behavioristic terhdap
metode introspektif dari Wundt dan Titchener menyebabkan introspeksionisme
ditinggalkan sepenuhnya. Pada ssat yang hampir bersamaan, ketika kaum
behavioris menyerang introspeksi di Amerika, sekelompok psikologi mulai
menyerang penggunaanya di Jerman. Kelompok psikologi di Jerman ini menanamkan
dirinya psikologi Gestalt. Jika gerakan behavioristic dianggap pertama kali
diluncurkan lewat artikel Watson berjudul “Psyichology as the Behaviorist Views
It”, yang muncul 1913, maka gerakan Gestalt dianggap pertama kali diluncurkan
oleh artikel Max Wertheimer tentang gerakan, yang muncul pada 1912.
Tampaknya seluruh gerakan Gestalt muncul dari
pemikiran Max Wertheimer ketika dia sedang naik kererta api menuju ke
Rhineland. Di mendapat gagasan bahwa jika dua cahaya berkedip-kedip (hidup dan
mati) pada tingkat tertentu, cahaya itu akan memberi kesan bagi pengamatnya bahwa
satu cahaya itu bergerak maju dan mundur Setelah turun dari kereta dia membeli stroboscope
(alat yang digunakan untuk menyajikan stimuli visual pada tingkat tertentu)
yang dengannya dia melakukan banyak eksperimen sederhana di kamar hotelnya. Dia
memperdalam gagasan yang muncul saat di kereta, yakni bahwa jika mata melihat
stimuli dengan cara tertentu, penglihatan itu akan memberi ilusi gerakan, yang
oleh Wertheimer dinamakan phi phenomenon. , kesan yang akan terjadi adalah akan Nampak bahwa garis itu bergerak maju dan mundur. Gerak yang disebut gerak stroboskopik ini merupakan gerakan yang semu,
karena sesungguhnya cahaya itu sendiri tidak
bergerak melainkan muncul berganti-ganti. Penemuan ini sangat berpengaruh terhadap
sejarah psikologi.
Arti penting dari phi phenomenon adalah
fenomena ini berbeda dari eleman yang menyebabkannya. Sensasi gerakan tidak
dapat dijelaskan dengan menganalisis setiap unsur kedipan cahaya, yakni cahaya
padam dan cahaya hidup; perasaan akan adanya gerakan akan muncul dari kombinasi
kedua elemen itu. Karen asalasan ini, anggota aliran gestalt percaya bahwa
walaupun pengalaman psikologi berasal dari elemen sernsoris (inderawi), namun
pengalaman itu berbeda debgfan elemen sensoris itu sendiri. Dengan kata lain
pengalaman fenomenologis (yakni gerakan yang kelihatan) berasal dari pengalaman
sensoris (cahaya) tetapi tidak dapat dipahami dengan menganalisis komponen-komponen
pengalaman fenomenal ini. Artinya, pengalaman fenomenologis adalah berbeda dari
bagian bagian yang menyusun pengalaman tersebut.[2]
Jadi, Gestaltis, yang mengikuti tradisi Kantian,
percaya bahwa organisme menambahkan sesuatu pada pengalaman, di mana sesuatu
itu tidak ada dalam data yang diindra, dan sesuatu itu adalah tindakan menata
(organisasi) data. Gestalt adalah kata Jerman yang berarti pola atau
konfigurasi. Anggota aliran ini berpendapat bahwa kita mengalami dunia secara
menyeluruh dan bermakna. Kita tidak melihat stimuli yang terpisah-pisah namun
stimuli itu dikelompokkan bersama (diorganisasikan) ke dalam satu konfigurasi
yang bermakna, atau gestalten (bentuk jamak dari gestalt). Kita melihat orang,
kursi, mobil, pohon dan bunga. Kita tidak melihat derertan dan kontur dan
serpihan warna. Medan persepsi kita adalah komposisi keseluruhan yang tertata,
atau Gestalten, dan seharusnya dijadikan subjek penelitian psikologi.
Pandangan Gestaltis adalah “keseluruhan itu berbeda
dari penjumlahan bagian-bagiannya” atau “membagi-bagi berarti mendistorsi.”
Kita tidak dapat mendapat kesan penuh dari lukisan Mona Lisa dengan melihat
gambar tangan kirinya dahulu, lalu gambar tangan kanannya, lalu hidungnya,
mulutnya, dan kemudian berusaha menyatukan pengalaman melihat ini. Kita tidak
dapat memahami pengalaman mendengar orkestra simponi dengan menganalisis
kontribusi masing-masing musisi secara terpisah-pisah. Musik yang berasal dari
orkestra adalah berbeda dengan jumlah music yang dimainkan oleh setiap musisi
yang terlibat. Melodi memiliki kualitas music sendiri, yang berbeda dengan
kualitas suara yang dihasilkan oleh berbagai alat musik yang menjadi unsur
melodi tersebut.[3]
C. Tokoh-Tokoh
Teori Gestalt
Adapun tokoh-tokoh teori gestalt antara lain:
1. Max Wertheimer
Max Wertheimer lahir diprague/praha pada tanggal 15 April 1880 1880 dan meninggal 12 Oktober 1943 di New York. Dia belajar bersama Strumpf di Berlin
selama beberpa tahun. Kemudian mendapat gelar doktoralnya dari Kuple
diuniversity of Wurzburg pada tahun 1904-1910.
Wertheimer pergi ke institute psikologi university of Franfurt yang
akhirnya dipertemukan dengan Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka yang kemudian
menjadi subjek eksperimennya.
Wertheimer merupakan kekuatan intelektual penuntun diantara para pendiri
psikologi gestalt. Pada tahun 1933, dia pergi ke amerika serikat untuk
menyelamatkan diri dari berbagai masalah yang terjadi di Jerman.
Disana dia menulis buku terkenalnya “productive Thinking” yang berisi
tentang psikologi kognitif dalam prespeftif gestalt, yang dupublikasikan pada
tahun 1945 setelah kematiannya oleh anaknya.[4]
2. Wolfgang Kohler
Wolfgang Kohler lahir pada tanggal 21 Januari 1887, di Re Val, Estonia.
Dia menerima gelar Ph. Dan pada tahun 1908 dari university of Berlin. Kemudian
menjadi asisten di Institute psikologi Frankfurt yang mempertemukannya dengan
Max Wertheimer.
Tahun 1913 menadapat tugas belajar ke Antrhopoid Station, Tenerife di
kepulauan Canary dan tinggal di sana sampai tahun 1920. Pada tahun 1917 ia menulis
buku paling terkenalnya “intelegenzprufungen An Menschenaffen” yang kemudian
diterjemahkan kedala bahasa inggris tahun 1925 dengan judul The Mentaly Of
Apes. Pada tahun 1922 Kohler menjadi ketua dan direktur laboraturium psikologi
di university Of Berlin dan tinggal disana sampai pensiun.[5]
3. Kurf Koffka
Kurf Koffka lahir pada tahun 18 maret 1886 di Berlin. Dia juga mendapat
gelar Ph. D dari university Of Berlin pada tahun 1909 dan juga menjadi asisiten di Frankfurt.
Pada tahun 1911, Koffka pergi ke university Of Gressen dan mengajar di
sana sampai tahun 1927. Ketika di sana, dia menulis buku “ Growt Of The Main:
An Introduction To Child Psychology” (1912). Pada tahun 1922, dia menulis
sebuah artikel untuk psychology Bulletin yang memperkenalkan program gestalt
kepada pembaca Amerika Serikat. Tahun 1927, koffka meninggalkan Amerika Serikat
untuk mengajar di Smith College dan mempublikasikan “Principles Of Gestalt
Psychologi”.[6]
D. Teori
Kognitif Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang padanan artinya bentuk atau
konfigurasi dalam dunia psikologi gestalt dimaknai sebagai kesatuan dan keseluruhan
yang bermkana (a unified or meaningful whole). Pokok pandangan gestalt
adalah bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu
keseluruhan yang terorganisasi.
Max Wertheimer yang meneliti tentang pengamatan terhadap apa yang sering
kita alami, tetapi bukan merupakan bagian dari sensasi kita yang sederhana. Berbeda
dengan penganut aliran behaviorisme pada saat itu, Wertheimer lebih memberikan penekanan
kepada keseluruhan, whole. Keseluruhan jauh lebih penting dari pada jumlah
semua bagian. Perilaku tidak ditentukan oleh salah satu unsur individual,
perilaku ditentukan oleh sifat intrinsik dari keseluruhan.[7]
Di samping nama Max Wertheimer dikenal nama Wolfgang Kohler dan Kurt
Koffka sebagai pengembang teori gestalt. Wolfgang Kohler mengemukkan konsep
belajar tilikan (insight learning) dengan memakai binatang coba seekor
simpanse bernama Sultan.[8] Menurut
pandangan ahli teori Gestalt semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman
tentang adanya hubungan-hubungan terutama hubungan antara bagian terhadap
keseluruhan. Tingkat kejelasan dan kemaknaan terhadap apa yang diamati dalam
situasi belajar akan lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada
melalui hukuman atau ganjaran. [9]
Wolgang Kohler dan Kurt Koffka dalam buku “The Mentality of Apes” (1925)
dalam eksperimen menguji hipotesis Thorndike tentang Trial and Error yaitu
bahwa dalam memecahkan suatu masalah, individu atau binatang akan melakukan
perbuatan-perbiuatan secara acakan dan akhirnya secara kebetulan akan dapat
memecahkannya. Dalam percobaan dengan simpanse ternyata, bahwa binatang itu
memecahkan masalah secara tiba-tiba, karena, menurut Kohler, ia mendapat
“Insight”, pemecahan dalam hubungan unsur-unsur situasi itu. Kohler membuat eksperimen-eksperimen dengan kera dan membuktikan bahwa pada kera pun terdapat
pemahaman (insight).
Kunci dalam psikologi Gestalt, ialah insight. Belajar ialah mengembangkan
insight pada anak dengan melihat hubungan antara unsur-unsur situasi
problematis dan dengan demikian melihat makna baru dalam situasi itu. Belajar
bukan sesuatu yang pasif, dalam belajar siswa mempunyai tujuan, mengadakan
eksplorasi, menggunakan imajinasi bersifat kreatif.[10]
E. Konsep Teoritis utama Gestalt
1.
Teori medan
Psikologi Gestalt dapat
di anggap sebagai usaha untuk mengaplikasikan field theory (teori medan) dari
fisika ke problem psikologi. Secara umum, field umum, field (medan) dapat dideskripsikan sebagai sistem
yang saling terkait secara dinamis, di mana setiap bagiannya saling memengaruhi
satu sama lain. Hal penting dalam suatu medan adalah bahwa tidak ada yang eksis
secara terpisah atau terisolasi. Psikologi Gestalt menggunakan konsep medan ini
di banyak level. Gestaltan itu sendiri, misalnya, dapat dianggap sebagai
medan-medan kecil, lingkungan yang dipersepsi dapat dianggap sebagai suatu
medan dan seseorang dapat dianggap sebagai sistem yang saling terkait secara
dinamis. Psikologi gestalt percaya bahwa apapun yang terjadi pada seseorang
akan memengaruhi segala sesuatu yang lain di dalam diri orang itu. Misalnya
dunia akan tampak berbedabagi seseorang yang jempolnya kejepit pintu atau sakit
mencret. Menurut psikologi Gestalt, penekanannya adalah selalu pada totolitas
atau keselutuhan, bukan pada bagian-bagian.
Teori Gestalt ini dipandang sebagai usaha untuk mengaplikasikan field
theory (teori medan). Teori ini dapat dideskripsikan sebagai system yang saling
teerkait secara dinamis dan setiap unsur-unsurnya saling terkait satu sama
lain. Teori ini digunakan dalam berbagai level pada konsep Gestalt. Psikologi
Gestalt percaya bahwa apapun yang terjadi pada seseorang maka itu akan
mempengaruhi segala sesuatu yang ada pada diri orang tersebut. Misalnya
seseorang yang lidahnya kegigit tanpa sengaja, orang itu akan merasa perubahan
dalam menjalani kesehariannya, misalnya tidak bisa menikmati makanan pedas karena
perih jika terkena lidahnya.[11]
2.
Nature versus Nurture
Para Behavioris
memandang otak sebagai penerima pasif dari sensasi yang nantianya akan menjadi
respon. Menurut Behavioris sifat manusia ditentukan oleh segala sesuatu yang
kita alami, sedangkan otak hanya sebagai penghubung. Akan tetapi penganut Gestalt
mengatakan bahwa otak memberi peranan yang aktif. Menurut teoritis Gestalt,
otak bereaksi terhadap sensoris yang masuk kedalam otak dan melakukan penataan
serta membuat informasi itu bermakna. Ini adalah “sifat alami” dari otak ketika
sensori masuk kedalam otak.[12]
Menurut Gestalsian otak akan menciptakan suatu medan yang mempengaruhi
informasi yang masuk kedalam otak. Kekuatan inilah yang mengatur pengalaman
sadar. Jadi apa yang kita alami sacara sadar, itu adalah informasi sensoris
yang telah dikelolah oleh medan kekuatan dalam otak. Karena teori ini
Gestaltian dipandang sebagai nativistik. Menurut behaviorian kemampun otak itu
bakan karena pengalaman. Akan tetapi gestaltian juga menunjukkan bahwa
kemampuan organisational otak bukan merupakan warisan.
F.
Hukum Teori Gestalt
1. Hukum Pragnaz
Hukum Pragnaz ini menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian yaitu
tentang suatu keadaan seimbang. Keadaan yang seimbang ini mencakup sikap-sikap
keturunan, kesederhanaan, kestabilan, simetri dan sebagainya. Contohnya Ketika
melihat awan, kerapkali kita menghubungkan dengan objek yang ada dalam pikiran
kita sehingga menjadi sebuah bentuk yang mirip suatu objek nyata lainnya.
Misalnya mirip wajah. Contoh lain, Pada sebuah iklan, coba kita ingat kembali
iklan pop mie. Pertama yang kita lihat adalah isi iklan keseluruhannya, dengan
menyajikan berbagai gambaran untuk mendeskripsikan pop mie dan pada akhirnya
kita tau bahwa itu iklan pop mie dengan kemasan yang baru.
2.
Hukum-hukum tambahan
Ahli-ahli psikologi
Gestlat telah mengadakan penelitian secara luas dalam bidang penglihatan dan
akhirnya mereka menemukan bahwa objek-objek penglihatan itu membentuk diri
menjadi Gestalt-gestalt menurut prinsip-prinsip tertentu. Menurut Koffka dan
Kohler, ada prinsip-prinsip dapat dilihat pada hukum-hukum yaitu:
a. Hubungan bentuk dan
latar (figure and gound relationship);
yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu
obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure
dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka
akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure. Pada gambar diatas
jika kita melihat kipas putih yang besar, maka yang menjadi bentuk (figure)
adalah kipas tersebut dan yang berwarnah hitam adalah latar (ground), demikan
sebaliknya.
b. Hukum Keterdekatan,
yaitu Kedekatan (proxmity);
bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam
bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu. Contohnya:
Ketika kita memasuki ruangan 302 USD Kampus 3, kita akan menemui banyak meja,
tapi kita akan lebih mudah melihat banyak meja tersebut dengan pengelompokan
meja yang telah diatur menjadi 3 baris.[13]
c. Hukum Ketertutupan atau
Ketertutupan (closure)
bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau
pengamatan yang tidak lengkap. Contohnya: Ketika kita sedang membaca bacaan,
yang saat itu huruf-hurufnya terpotong-potong karena tinta hasil fotocopy yang
kurang jelas. Akan tapi pada akhirnya kita dapat membaca tulisan tersebut
dengan memperkirakan huruf apa saja yang tertulis.
d. Hukum Kesamaan atau
Kesamaan (similarity);
bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu
obyek yang saling memiliki. Pada contoh disamping, umumnya orang akan cenderung
melihat delapan kolom yang vertical dibanding empat baris yang horizontal,
sebab adanya kemiripan atau kesamaan yang membentuk arah vertical.[14]
e. Arah bersama (common
direction / continuity);
bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama
cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
Contoh disamping menunjukkan bahwa kita cenderung mengikuti aliran halus atau
bentuk-bentuk yang berkelanjutan dan bukan bentuk yang terputus.[15]
G. Prinsip Belajar Gestalt
Karya yang signifikan
tentang belajar oleh anggota Gestalt adalah karya Kohler. Dimana dia
mengasumsikan bahwa ketika suatu organisme mengalami suatu masalah atau problem
maka akan muncul suatu keadaan yang disebut disekuilibrium kognitif, keadaan
ini terus berlanjut sampai maslah itu selesai. Sebab menurut teoritist gestalt,
keadaan inilah yang memotifasi organisme berusaha untuk kembali menyeimbangkan
mentalnya. Belajar, menurut Gestaltis adalah suatu fenomena kognitif di mana
organisme “mulai melihat” suatu solusi, ketika ia telah memikirkan problemnya.
Pembelajarannya adalah memikirkan segala unsur yang dibutuhkan dalam memecahkan
suatu masalah dan menyusunnya menjadi suatu solusi yang kemudian mendukung
solusi berikutnya hingga masalah itu terpecahkan. Hal ini bisa menjadi sebuah
insight bagi organisme.[16]
Insight (wawasan) ini diperoleh jika seseorang melihat hubungan tertentu
antara berbagai unsur dalan situasi tertentu. Dengan adanya insight maka
didapatlah pemecahan masalah, dimengertinya persoalan, inilah inti belajar.
Jadi yang penting bukanlah mengulang- ulang hal yang harus dipelajari, tetapi
mengertinya, mendapatkan insight. Adapun timbulnya insight itu tergantung:
·
Kesanggupan, maksudnya kesanggupan atau kemampuan intelegensi individu
·
Pengalaman, karena belajar, berarti akan mendapat pengalaman dan pengalaman
itu mempermudah mendapatkan insight.
·
Taraf kompleksitas dari suatu situasi, dimana semakin komplek situasinya
semakin sulit masalah yang dihadapi.
·
Latihan, dengan banyaknya latihan akan dapat mempertinggi kesangupan
memperoleh insght, dalam situasi-situasi yang bersamaan yang telah dilatih.
·
Trial and eror, sering seseorang itu tidak dapat memecahkan suatu masalah.
Baru setelah mengadakan percobaan-percobaan, sesorang itu dapat menemukan
hubungan berbagai unsur dalam problem itu, sehingga akhirnya menemukan insight.[17]
Untuk menguji gagasan tentang teori belajar ini, Kohler menggunakan
sejumlah eksperimen. Salah satu eksperimennya adalah problem memecahkan jalan
memutar dimana hewan dapat melihat tujuannya tapi untuk mencapai tujuan itu dia
harus mengambil jalur memutar. Dengan tipe problem semacam ini Kohler menemukan
bahwa ayam amat kesulitan .
Percobaan yang kedua yang digunakan oleh Kohler mengharuskan untuk
menggunakan alat untuk menjangkau objek yang diinginkan. Misalnya sebuah pisang
diletakkan diluar jangkauan si minyet, sehingga monyet itu harus menggunakan
tongkat agar cukup panjang untuk menjangkaunya. Dalam masing-masing kasus hewan
tersebut mempunyai semua unsure yang digunakan untuk memecahkan problem yang
dihadapi.
Gambar 1 menunjukkan bagaimana monyet bernama Chica menggunakan tongkat
untuk menjangkau pisang.
Gambar 2 menunjukkan monyet bernama Grande yang menggunakan tumpukan peti
untuk menjangkau pisang.
Gambar 3 menunjukkan bagaimanan monyet yang bernama Sultan, dalam
eksperimen Kohler monyet ini adalah monyet paling cerdas karena monyet
ini menggabungkan dua tongkat untuk menjangkau buah pisang.
Gambar 4 menunjukkan Grande menggunakan struktur yang lebih kompleks dalam
menyusun peti.
Berikut adalah
prinsip-prinsip belajar Gestalt:
·
Belajar berdasarkan keseluruhan
Orang berusaha
menghubungkan pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lainnya.
·
Belajar adalah suatu proses perkembangan
Materi dari belajar
baru dapat diterima dan dipahami dengan baik apabila individu tersebut sudah
cukup matang untuk menerimanya. Kematangan dari individu dipengaruhi oleh
pengalaman dan lingkungan individu tersebut.[19]
·
Siswa sebagai organisme keseluruhan
Dalam proses belajar, tidak hanya melibatkan intelektual tetapi juga
emosional dan fisik individu.
·
Terjadinya transfer
Tujuan dari belajar adalah agar individu memiliki respon yang tepat dalam
suatu situasi tertentu. Apabila satu kemampuan dapat dikuasai dengan baik maka
dapat dipindahkan pada kemampuan lainnya.
·
Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Proses belajar terjadi ketika individu mengalami suatu situasi baru. Dalam menghadapinya, manusia
menggunakan pengalaman yang sebelumnya telah dimiliki.
·
Belajar dengan insight
Dalam proses belajar, insight berperan untuk memahami hubungan diantar
unsurunsur yang terkandung dalam suatu masalah.
·
Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan
siswa. Hal ini tergantung kepada apa yang dibutuhkan individu dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga hasil dari belajar dapat dirasakan manfaatnya.
·
Belajar berlangsung terus-menerus
Belajar tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga di luar sekolah.
Belajar dapat diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam kehidupan
individu setiap waktu. [20]
Transposisi
Transposisi adalah suatu prinsip pemecahan masalah dalam satu situasi,
kemudian diaplikasikan ke problem lain. Kohler mengadakan eksperimen dengan
menggunakan ayam. Kohler awalnya memberikan makanan pada kertas yang gelap
tetapi tidak memberi makanan pada kertas yang berwarna terang. Setelah
training, pada eksperimen kedua ketika ayam diberi pilihan diantara kertas yang
gelap dan kertas yang lebih gelap, ayam akan memilih kekertas yang lebih gelap.
Gestaltian tidak
memandang belajar sebagai pengembangan kebiasaan spesifik atau koneksi S-R.
Menurut mereka apa yang dipelajari dalam situasi ini adalah prinsip relasional
sebab ayam tersebut mendekati objek yang paling gelap dari dua objek tersebut.[21]
Pemikiran Produktif
Berpikir produktif adalah pemahaman tentang hakikat dari problem, belajar
semacam itu berasal dari dalam individu dan tidak dipaksakan oleh orang lain,
ia mudah digeneralisasikan dan diingat dalam jangka waktu yang lama. Pendekatan
pertama yang dilakukan oleh Wertheimer menekankan pentingnya logika, baik
itu logika induktif maupun deduktif yang menetapkan kaidah yang harus diikuti
untuk mencapai suatu kesimpulan. Dalam mendapatkan pemahaman ini akan
melibatkan banyak aspek dari diri si pembelajar, seperti emosi, sikap, dan
depresi, serta kecerdasan. Pendekatan kedua adalah cara yang didasarkan
pada doktrin asosiasionisme. Contohnya:
1. siswa yang awalnya
diperkenalkan persegi panjang, dan diajari mnghitung luas persegi panjang.
2. Kemudian dia dihadapkan
dengan jajaran genjang, dan dia diharapkan menghitung luas dari jajaran genjang
tersebut.
3. Siswa yang tadinya
mempelajari tentang menghitung persegi panjang, menarik garis tegak lurus
sehingga membentuk segitig. Kemudian segitiga itu dipotong kemudian digabungkan
kesisi sebelahnya sehingga menjadi persegi. Dan ia menghitung luasnya dengan
panjang kali lebar. Siswa yang melakukan hal ini akan mampu memecahakn berbagai
problem dibandingkan siswa lainnya yang tidak tahu atau tidak memiliki wawasan
seperti ini.
Wertheimer menekankan
point yang sama yakni, belajar berdasarkan pemahaman akan lebih dalam dan lebih
dapat digeneralisasikan ketimbang belajar yang hanya berdasarkan ingatan tanpa
pemahaman. Agar benar-benar belajar siswa harus melihat hakikat atau struktur
dari problem dan mereka harus melakukannya sendiri.
Contoh lain: seorang
anak baru saja belajar tentang seorang tokoh yang bernama Scheuneun. Anak yang
tahu bahwa konsonan “sch”, vocal “eu” yang dibaca “oi” itu identik dengan
bahasa Jerman, maka anak itu akan mengetahui atau mengingat dengan baik tokoh
tersebut dan darimana asalnya. Inilah yang disebut berpikir produktif.[22]
Jejak Memori
Koffka adalah teoritis Gestalt yang berusaha menghubungkan masa lalu dengan
masa sekarang lewat sebuah konsep yakni memory trace (jejak
memori/ingatan). Jejak ingatan adalah suatu pengalaman yang membekas di otak.
Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti
prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan
sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingatan tadi. Misalkan dalam memecahkan
suatu masalah, maka solusi itu akan melekat dalam pikiran seseorang (jejak
memori). Saat seseorang diwaktu lain berada dalam suatu situasi,
pemecahan masalah yang sama, akan muncul sebuah proses yang akan
“berkomunikasi” dengan jejak dari pengalaman pemecahan masalh sebelumnya. Jejak
inilah yang mempengaruhi proses yang sedang berlangsung dan memudahkan upaya
pemecahan masalah.
Perjalanan waktu
berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat
melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak
tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang
lebih baik dalam ingatan.
Contoh: seorang anak
pernah dimarahi oleh ibunya ketika ia dengan tidak sengaja menjatuhkan vas
bunga kesayangan ibunya. Ibunya memamarahinya hingga anak itu merasa sangat
sedih. Ketika dalam keadaan sedih, temannya mengajak dia bermain. Ia merasa
kesedihannya mulai berkurang karena disibukkan dengan bermain. Suatu ketika waktu
dia beranjak dewasa, ia merasa amat sedih karena diputusin pacarnya. Ia pun
mencoba menghibur diri dengan bermain ke tempat permainan seperti Time Zone
bersama teman-temannya.Dalam contoh diatas anak itu mendapat solusi dari proses
memory trace, yakni mengatasi kesedihan dengan menyibukkan diri dengan
bermain.
H. Aplikasi Teori Gestalt dalam Pembelajaran
Gestalt berpendapat
bahwa problem yang tak terselesaikan akan menimbulkan keambiguitas atau ketidak
seimbangan kognitif dalam pikiran, dan itu adalah kondisi yang tidak di
inginkan maka itu proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu
mengalami proses belajar, terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya.
Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru
terhadap suatu problem.[23]
Aplikasi teori Gestalt
dalam proses pembelajaran antara lain :
·
Pengalaman tilikan (insight)
·
Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning)
·
Perilaku bertujuan (purposive behavior) : bahwa perilaku terarah pada
tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi
ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan
berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh
karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran
dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
·
Prinsip ruang hidup (life space) : bahwa perilaku individu memiliki
keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang
diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik.
·
Transfer dalam Belajar: yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer
belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi
dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi
lain dalam tata susunan yang tepat. Transfer belajar akan terjadi apabila
peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam
situasi lain.[24]
I.
Kelebihan dan Kekurangan
Adapun Kelebihan teori Kognitif
adalah sebagai berikut:
a.
Dapat
meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
b.
Dapat
meningkatkan motivasi.
Sedangkan Kekurangan teori kognitif
adalah sebagai berikut :
a. Untuk
teori belajar kognitif ini keberhasilan sebuah pembelajaran tidak dapat diukur hanya dengan satu orang siswa saja ,
maksudnya kemampuan siswa harus diperhatikan. Apabila kita menekankan pada
keaktifan siswa, dan tidak dapat dipungkiri ada saja siswa yang tidak aktif
dalam menanggapi suatu pelajaran, otomatis pembelajaran ini tidak akan berhasil
secara menyeluruh guru juga dituntut
untuk mengikuti keaktifan siswa, kionsekuensinya adalah guru harus rajin mempelajari
hal-hal baru.
b. Konsekuansinya terhadap lingkungan adalah fasilitas-fasilitas dalam
lingkungan juga harus mendukung, agar siswa semakin yakin dengan apa yang telah
mereka pelajari .
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Gestalt berasal dari bahasa jerman yang
tidak dapat diterjemahkan menjadi satu kata tunggal dalam bahasa inggris. Kata
gestalt menggambarkan suatu konfigurasi atau bentuk yang utuh. Istilah gestalt
mengacu pada sebuah objek atau figur yang utuh.
Adapun tokoh-tokoh teori Gestalt
·
Max Wertheimer
·
Wolfgang Kohler
·
Kurf Koffka
Kunci dalam psikologi Gestalt, ialah
insight. Belajar ialah mengembangkan insight pada anak dengan melihat hubungan
antara unsur-unsur situasi problematis dan dengan demikian melihat makna baru
dalam situasi itu. Belajar bukan sesuatu yang pasif, dalam belajar siswa
mempunyai tujuan, mengadakan eksplorasi, menggunakan imajinasi bersifat kreatif.
Insight (wawasan) ini diperoleh jika seseorang melihat hubungan tertentu
antara berbagai unsur dalan situasi tertentu. Dengan adanya insight maka
didapatlah pemecahan masalah, dimengertinya persoalan, inilah inti belajar.
Jadi yang penting bukanlah mengulang- ulang hal yang harus dipelajari, tetapi
mengertinya, mendapatkan insight.
Aplikasi teori Gestalt
dalam proses pembelajaran antara lain :
·
Pengalaman tilikan (insight)
·
Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning)
·
Perilaku bertujuan (purposive behavior)
·
Prinsip ruang hidup (life space)
·
Transfer dalam Belajar
[1]James F. Brennan, Sejarah Dan Sistem Psikologi, Terj. Nurmalasari
Fajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006), 293.
[2] B.R. Hergenhann Dan Matthew H. Olson, Theories Of
Learning, Terj. Triwibowo B.S, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), Cet. Ke-5,
h. 281.
[4] C. George Boeree, Sejarah Psikologi: Dari Masa
Kelahiran Sampai Masa Masa Modern, Terj. Abdul Qodir Shaleh, (Yogyakarta: Prismasophie,
2000), 422.
[5] C. George Boeree, Sejarah Psikologi: Dari Masa Kelahiran Sampai Masa
Masa Modern, Terj. Abdul Qodir Shaleh, H. 423.
[6] C. George Boeree, Sejarah Psikologi: Dari Masa Kelahiran Sampai Masa
Masa Modern, Terj. Abdul Qodir Shaleh, H. 424.
[7] Suryono Dan Hariyanto, Belajar Dan Pembelajaran,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2014). H. 80.
[8] Tim Pengembangan MKDP Kurikulum Dan Pembelajaran,
Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakakarta: PT Rajagarafindo Persada, 2011), H.
30.
[23]Tim Pengembangan MKDP Kurikulum Dan Pembelajaran, Kurikulum Dan
Pembelajaran, h. 199.
[24]Tim Pengembangan MKDP Kurikulum Dan Pembelajaran, Kurikulum Dan
Pembelajaran, h. 200.




Taipan Indonesia | Taipan Asia | Bandar Taipan | BandarQ Online
BalasHapusSITUS GAME KARTU ONLINE EKSKLUSIF UNTUK PARA BOS-BOS
Kami tantang para bos semua yang suka bermain kartu
dengan kemungkinan menang sangat besar.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
Cukup Dengan 1 user ID sudah bisa bermain 7 Games.
• AduQ
• BandarQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• FaceBook : @TaipanQQinfo
• WA :+62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
Come & Join Us!!